Fused filament fabrikasi (FFF) atau dikenal dengan istilah pemodelan fusi deposisi (FDM) adalah proses pencetakan 3D yang menggunakan filamen dari bahan termoplastik.
Teknologi 3D printing pertama kali ditemukan pada tahun 1981 oleh Hideo Kodama dari Nagoya Municipal Industrial Research Institute yang menggunakan bahan baku photopolymer untuk mencetak/menghasilkan objek tiga dimensi.
Material plastik yang berbentuk cair ini digunakan karena memiliki sifat yang mampu berubah bentuk menjadi keras jika papar cahaya. Berbeda dengan termoplastik yang digunakan dalam teknologi ekstrusi material (peleburan material), photopolymer adalah material termoset. Bahan tersebut tidak dapat dilelehkan atau dilunakkan kembali mmmsetelah mengeras akibat dari reaksi kimia oleh proses penyinaran cahaya.
Pada tahun 1984, Chuck Hull mengembangkan Stereolithography Apparatus (SLA) 3D Printer yang kemudian dipatenkan pada tahun 1986. Sejak saat itu teknologi 3D printing semakin berkembang dan digunakan dalam pembuatan prototyping (permodelan) untuk berbagai aplikasi.
Proses kerja 3D printing terdapat 3 langkah yaitu proses desain, percetakan, dan finishing. Langkah pertama adalah membuat desain gambar dari objek yang akan dicetak. Tahap ini dapat juga disebut tahap persiapan. Objek yang akan dicetak harus didesain dulu gambarnya dalam 3D.
Proses desain ini dapat memanfaatkan software modelling 3D seperti blender, 3D Scanner atau dapat mengunduh desain secara online. Setelah desain sudah dipastikan sesuai dengan yang diinginkan, maka akan dilakukan percetakan objek.
Langkah kedua adalah percetakan objek. Pada langkah ini, harus memilih material yang akan dipakai untuk proses percetakan. Pemilihan material harus disesuaikan dengan objek yang akan dicetak. Jenis bahan yang digunakan dalam teknologi 3D printing sangat luas.
Ini termasuk plastik, keramik, resin, logam, pasir, tekstil, biomaterial, gelas, dan makanan. Sebagian besar bahan-bahan ini juga memungkinkan hasil percetakan yang terbaik sesuai dengan desain yang diinginkan.
Langkah ketiga adalah proses finishing. Langkah ini membutuhkan keterampilan dan materi khusus. Ketika objek pertama kali dicetak, sering tidak dapat langsung digunakan atau dikirim. Objek yang telah dicetak harus melalui proses diampelas, dipernis atau dicat untuk menghasilkan objek terbaik.
Faktor yang paling berpengaruh dalam teknologi 3D printing adalah pemilihan material yang cocok. Material yang cocok akan memberikan hasil cetak yang terbaik.
Teknologi 3D printing dimanfaatkan oleh berbagai bidang, seperti desain produk, arsitektur, otomotif, militer, medis, fashion, sistem informasi geografis sampai dengan bioteknologi (penggantian jaringan tubuh manusia).
Dalam bidang otomotif, teknologi 3D printing telah banyak digunakan dalam pembuatan model, restorasi dan reparasi mobil.
Dalam industri penerbangan saat ini menggunakan pencetakan 3D dalam berbagai bentuk, seperti modeling suku cadang dan pesawat terbang. Dalam bidang konstruksi, teknologi 3D printing dimanfaatkan untuk memodelkan desain rumah.
Dalam bidang fashion, teknologi 3D Printing dimanfaatkan agar konsumen dapat mendesain sendiri konsep baju yang diinginkan sehingga desainer dapat mencetak desain tersebut dalam 3D.
Material plastik yang berbentuk cair ini digunakan karena memiliki sifat yang mampu berubah bentuk menjadi keras jika papar cahaya. Berbeda dengan termoplastik yang digunakan dalam teknologi ekstrusi material (peleburan material), photopolymer adalah material termoset. Bahan tersebut tidak dapat dilelehkan atau dilunakkan kembali mmmsetelah mengeras akibat dari reaksi kimia oleh proses penyinaran cahaya.
Pada tahun 1984, Chuck Hull mengembangkan Stereolithography Apparatus (SLA) 3D Printer yang kemudian dipatenkan pada tahun 1986. Sejak saat itu teknologi 3D printing semakin berkembang dan digunakan dalam pembuatan prototyping (permodelan) untuk berbagai aplikasi.
Proses kerja 3D printing terdapat 3 langkah yaitu proses desain, percetakan, dan finishing. Langkah pertama adalah membuat desain gambar dari objek yang akan dicetak. Tahap ini dapat juga disebut tahap persiapan. Objek yang akan dicetak harus didesain dulu gambarnya dalam 3D.
Proses desain ini dapat memanfaatkan software modelling 3D seperti blender, 3D Scanner atau dapat mengunduh desain secara online. Setelah desain sudah dipastikan sesuai dengan yang diinginkan, maka akan dilakukan percetakan objek.
Langkah kedua adalah percetakan objek. Pada langkah ini, harus memilih material yang akan dipakai untuk proses percetakan. Pemilihan material harus disesuaikan dengan objek yang akan dicetak. Jenis bahan yang digunakan dalam teknologi 3D printing sangat luas.
Ini termasuk plastik, keramik, resin, logam, pasir, tekstil, biomaterial, gelas, dan makanan. Sebagian besar bahan-bahan ini juga memungkinkan hasil percetakan yang terbaik sesuai dengan desain yang diinginkan.
Langkah ketiga adalah proses finishing. Langkah ini membutuhkan keterampilan dan materi khusus. Ketika objek pertama kali dicetak, sering tidak dapat langsung digunakan atau dikirim. Objek yang telah dicetak harus melalui proses diampelas, dipernis atau dicat untuk menghasilkan objek terbaik.
Faktor yang paling berpengaruh dalam teknologi 3D printing adalah pemilihan material yang cocok. Material yang cocok akan memberikan hasil cetak yang terbaik.
Teknologi 3D printing dimanfaatkan oleh berbagai bidang, seperti desain produk, arsitektur, otomotif, militer, medis, fashion, sistem informasi geografis sampai dengan bioteknologi (penggantian jaringan tubuh manusia).
Dalam bidang otomotif, teknologi 3D printing telah banyak digunakan dalam pembuatan model, restorasi dan reparasi mobil.
Dalam industri penerbangan saat ini menggunakan pencetakan 3D dalam berbagai bentuk, seperti modeling suku cadang dan pesawat terbang. Dalam bidang konstruksi, teknologi 3D printing dimanfaatkan untuk memodelkan desain rumah.
Dalam bidang fashion, teknologi 3D Printing dimanfaatkan agar konsumen dapat mendesain sendiri konsep baju yang diinginkan sehingga desainer dapat mencetak desain tersebut dalam 3D.